oleh Taufiq Ismail
Pada hari ulang tahun
Lia, maka berkumpullah teman-teman dan keluarganya di rumah,
dan kemudian semuanya
duduk dengan rapi beraturan
kemudian tamu-tamu
sudah siap masuk ke dalam acara tapi tamu-tamu itu merasa heran,
tidak ada acara potong
kue dan tiup lilin.
Tidak ada tepuk tangan
yang mengiringi lagu
“happy birthday to
you.. happy birthday to you..”
Kemudian apa yang
terjadi?
Seorang anak remaja
tampil,
kemudian dia
membacakan surah Luqman.
Dia membacakan surah
Luqman dengan amat merdunya,
“Laa tusyrik billaah..
laa tusyrik billaah”
Dia nyanyikan lagu
Qur’an yang amat merdunya,
dan suara itu berubah
menjadi untaian mutiara,
yang berkilauan jadi
kalung di leher pendengar.
Kemudian Lia yang
beruang tahun
berpidato sangat
mengharukan, katanya
“dalam acara seperti
ini bukan saya yang jadi pusat perhatian,
Diperingati atau
dihargai.
Tapi mama, mama yang
harus jadi pusat perhatian,
Ibunda saya dan
kemudian ayahanda yang jadi pusat perhatian kita.
Hari ini, enam belas
tahun yang lalu mama melahirkan saya,
posisi saya sungsang,
saya terlalu besar sebagai bayi.
Jadi mama harus seksio
sesarea.
Aduh, mama dibedah,
berdarah-darah,
Seluruh kawan keluarga
sudah khawatir dan berdo’a
di ruang operasi duduk
menantikan berita dengan kecemasan yang luar biasa,
tapi alhamdulillah
kelahiran selamat walaupun mama sangat menderita.
Sekarang ini, enam
belas tahun kemudian, ulang tahun saya dirayakan,
Saya pikir tidak logis
saya jadi pusat perhatian.
Harus mama yang jadi
pusat perhatian,
mama bukan saya.
Dan saya pikir tidak
logis minta kado,
harus mama yang
dikasih kado”.
Kemudian anak gadis
itu berhenti sebentar berpidato.
dia pergi ke meja di
sebelah kiri mengambil sebuah bungkusan,
kertas yang
berkilat-kilat, diikat pita berbentuk bunga.
Sebauh kotak dan
kemudian ia berdiri di depan mamanya.
Dan kemudian katanya,
“mama, terima kasih mama. Terima kasih.
Mama telah melahirkan
saya dengan susah payah,
Mama menyambung nyawa,
berdarah-darah.
Persis pada malam ini
enam belas tahun yang lalu,
Terima kasih lah..
terima kasih.. terima kasih ananda.
Sambutlah rasa terima
kasih ananda, tidak seberapa ini harganya”
Mamanya yang tadi
berdiri itu,
kemudian mendengar
pidato anaknya, dia terpukau,
tidak menyangka,
terharu dalam pikirannya.
Tidak menyangka dia
anaknya akan memberi kado pada hari ulang tahunnya.
Dia langsung memeluk
anaknya tergugup-gugup,
menangis
tergugup-gugup keduanya.
Kemudian juga keduanya
tersedu-sedua,
anak dan ibu sama-sama
tersedu.
Hadirin yang melihat
adegan itu menitikkan air mata pula,
suasana berasa
mencekam,
kemudian hening agak
lama,
ruangan itu terdiam.
Sesudah itu kakak
pembawa acara mengambil mikrofon dan kemudia berkata,
“para hadirin yang
mulia, ini memang kejutan bagi kita,
karena dengan tahun
yang lalu acara ini berbeda.
Lia tidak mau tiup
lilin jadi acara,
karena ditemukannya di
ensklipedia
manusia zaman batu di
Eropa percaya pada kekuatan nyala lilin, begitu tahayulnya,
begitu tahayul dari
zaman batu.
Bahwa ternyata nyala
lilin bisa mengusir sihir, roh jahat, leak dan memedi,
Termasuk si jundai
setan, hantu, kuntilanak, dan genderwo.
Dan itu berlanjut ke
zaman romawi kuno, lalu di karang lagi, sesudah itu dikarang lagi,
berikutnya supertisi,
yaitu apabila lilin itu sekali tiup nyalanya sampai mati,
maka akan terkabul apa
yang menjadi cita-cita dalam hati.
Lia tidak mau acara
ulang tahunnya oleh tahayul menjadi ternoda.
Acara yang ditentukan
oleh budaya jahiliyah zaman purbakala katanya.
“Koq tiupan nyala enam
belas lilin bisa menentukan nasib saya?
Allah yang menentukan
nasib saya… Allah yang menentukan nasib saya,
bukan nyala lilin.
Saya tidak mau
dibodoh-bodohi oleh tahayul,
Walaupun itu datangnya
dari barat, dari Belanda atau Amerika,
ataupun juga dari
timur. Saya tidak mau dibodoh-bodohi budaya mereka.
Kemudian minta kado
dari mama dan papa, minta kado dari keluarga dan kawan-kawan saya.
Saya tidak mau jadi
kawanan burung kakak tua, burung beo yang pintar meniru adat belanda dan
amerika dalam acara ulang tahun kita”. Begitu katanya.
Nah kemudian tadi
setelah bertangis-tangisan anak dan ibu itu,
Akhirnya Lia mengusap
air matanya dan di ambillah mikrofon, dan kemudian dia berkata
“kawan-kawanku hadiah
yang paling saya harapkan dari kalian adalah do’a bersama,
do'a kalian bersama
sesudah hamdalah dan shalawat.
Karena saya ingin jadi
anak yang baik hati,
saya ingin jadi anak
yang baik laku,
jadi perhiasan di
leher ibuku,
jadi penyenang hati
ayahku, rukun dengan kakak-kakak dan adik-adikku,
bertegur sapa dengan
semua tetangga,
dan kelak ketika
dewasa, berguna bagi Indonesia”.
Kemudian
kawan-kawannya melihat adegan itu terkesima,
kemudian saling
berkata satu sama lain,
“ini apa yang
ditemukan oleh Lia ini penting sekali bagi kita,
ya kalau begitu nanti
kita pada hari ulang tahun kita tidak ada acara tiup lilin,
dan kita tidak minta
kado dari papa dan mama.
Mari kita contoh Lia”
(Dibacakan di Bandung pada acara Majelis Percikan Iman 4 November 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar